Monday, October 09, 2006
My River - 03
Keheningan menyelimuti Satria yang bergelantung selama beberapa jam, darah yang keluar dari dahinya, akibat benturan dengan batang pohon sudah mulai mengering. Angin semilir menerpa wajah Belaian halus seakan mengusap wajahnya. Sedikit demi sedikit kesadaran Satria menghampirinya. Dan akhirnya dia bisa merasakan semua kesadarannya kembali dalam raganya. Dibuka matanya pelan-pelan, remang-remang mulai terlihar daun-daun hijau yang kurang begitu terfokus. Setelah beberapa saat dia mulai bisa menguasai semua kesadarannya dan akhirmya dia sadar dengan apa yang sedang dia alami. Dengan agak-agak tersentak dia berusaha untuk mengangkat tubuhnya, tetapi ternyata tidak ada sesuatu untuk dipegangnya. Dia meronta-ronta, terasa cengkraman dari kantung gantolenya mulai melorot, dia berhenti sebentar, mulai memikirkan apa yang sedang sebenarnya terjadi, dan apa yang harus dia lakukan dengan akal sehatnya. Yang terakhir dia ingat hanyalah saat pundak dia terbentur tiang gantole yang dia kendarai dan akhirnya semua hal yang terjadi sebelumnya kembali lagi dalam ingatannya. Untuk sesaat, dalam posisin yang agak terjungkir, dia menoleh ke berbagai arah yang dia bisa, dia menemukan satu batang pohon diatas badannya untuk berpegangan. Dia meraih batang tersebut sambil berusaha mengeluarkan badannya dari kantung gantole. Dalam beberapa saat dia sudah berdiri di atas batang pohon tersebut. Dia memutuskan untuk turun dari pohon tersebut. Dan beberapa saat kemudian dia sudah berada berdiri tegak diatas tanah, pada saat itulah rasa nyeri dari berbagai tubuhnya mulai menyelinap pelan-pelan dan akhirnya dia menjatuhkan diri ke tanah. Dia mengusap keningnya, terasa lukanya yg sudah mengering membuat bau amis tercium olehnya, pahanya terasa memar, mungkin akibat benturannya dengan batang pohon waktu dia tidak sadarkan diri, dan sebelah kiri susah untuk digerakan, terlihat ada luka memar di sikutnya. Sekilas dia melihat ada pecahan2 dari plastik di arah depannya, setelah dia mengamatinya beberapa saat, dia tau bahwa pecahan2 itu berasal dari telphone genggam satelit yang selalu di bawanya ketika dia berpetualang. Handphone tersebut merupakan satu-satunya alat komunikasi yang selalu dia andalkan ketika berada di alam bebas. Jauh dari jangkauan peradaban dunia.”Ahh.. handphone ku..” dia berbisik. Dia merogoh saku celananya mencari sesuatu. Dia memegang kotak pipih dan kembali, senyum muncul dari wajahnya, pengganti roman kebingungan yang baru saja muncul di wajah, dia mengeluarkan satu kotak kecil seukuran kalkulator dari dalam saku. Kotak tersebut dibungkus kulit warna hitam, kotak itu warna silver. Dia mengeluarkan kotak kecil itu, dan sekarang dia memegang PDA di tangannya, PDA yang dia andalkan untuk menuntun dia bepergian kemanapun, karena sudah dilengkapi dengan alat pelacak jejak atau GPS. Tetapi kembali roman menyesal muncul lagi dari wajahnya, karena melihat apa yang terjadi terhadap PDA-nya itu. Sekarang dia pun tidak bisa mengharapkan apapun dari PDA yang dibawanya, karena ternyata layar PDAnyapun pecah. „Hmm... malang sekali dirimu PDA” kembali senyum kecil tersungging dari bibirnya, sikap pasrah yang hanya bisa dia keluarkan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment