Saturday, November 17, 2007

Cafe Gereja

Sebuah cafe disamping sebuah gereja, mungkin akan kelihatan kontras. Tapi sesungguhnya tidak, dua tempat itu sama tapi dalam sisi koin yang berbeda. Layaknya sebuah bambu runcing dan senjata M16. Terlihat kontras secara satu sisi, tapi dalam sisi lain merupakan hal yang sama, senjata untuk perang. Orang yang datang ke gereja mereka mencari ketenangan jiwa lewat agama yang mereka peluk, sedangkan orang yang datang ke cafe mereka mencari ketenangan jiwa dalam hiruk pikuk cafe. Ya, itulah kehidupan di kota jakarta, yang kontras bisa terlihat serasi, karena mereka tidak saling mengganggu. Batas yang ada telah terlalu kokoh terbentuk dengan sendirinya di semua orang yang hidup disana.

Delapan orang sengaja berkumpul pada malam itu, 13 April untuk merayakan hari ulang tahun satu orang diantara mereka. Orang yang ulang tahun itu adalah gue. dan ketujuh orang itu adalah gang gue di Program Extension universitas paling terkenal di Indonesia.

Monday, October 09, 2006

My River - 04

Satria mengalihkan perhatian pada lingkungan sekitarnya. Dikelilingi oleh pohon-pohon besar dan menjulang tinggi, tidak ada cahaya matahari yang langsung menerpa tubuhnya, karena terhalang oleh rimbunnya daun-daun dari pohon yang ada di sekitarnya. Dan dia menyadari bahwa langit sudah mulai diselimuti oleh bayang-bayang malam yang berjalan secara perlahan, sebagai tanda malam akan datang sebentar lagi. Konsentrasinya sekarang berubah menjadi bagaimana dia melewati malam ini, dia tahu bahwa untuk melewati malam ini akan menjadi sesuatu yang tidak akan mudah. Rasa dingin yang akan menembus sampai tulang, kelembaban yang akan membuat badannya basah dan kondisi badan dia yang baru saja terkena benturan-benturan, belum lagi rada haus yang mulai ia rasakan. Dia berusaha untuk berdiri, melihat sekelilingnya, sekelebat dalam fikirannya untuk memanfaatkan sisa-sisa gantole yang sudah menjadi rongsokan untuk dibuat menjadi tenda. Dia melihat ke atas, tempat pertama dia datang mendarat ke hutan ini. “Oh.. tinggi sekali.” Bisiknya. Dia merenung sejenak, memikirkan pilihannya yang dia hadapi sekarang, untuk mengambil gantolenya dan naik lagi ke atas, yang bukan merupakan hal yang mudah untuk saat sekarang, atau dia mengumpulkan semua yang dia butuhkan dari apa yang tersedia dibawah. Otaknya mulai berputar untuk mencari keteguhan hati tentang apa yang akan diputuskannya. Dia menimbang keuntungan dan kerugian dari dua pilihan itu. Akhirnya dia memutuskan untuk naik dan mengambil gantole yang ada di atas pohon, karena dia berfikir bahwa dia menyimpan beberapa peralatan yang sangat berguna untuk dia bertahan hidup di hutan yang tidak dia kenal ini.

Dengan susah payah, Satria berusaha menaiki kembali pohon tempat ia tergelantung tadi. Sesampainya di kantung itu, dia mengamati sebentar kondisi gantole yang tersisa, kantung gantole terbujur diantara dahan-dahan pohon dengan rangka segitiga yang biasa digunakan sebagai tiang kendali, dan bagian2 yang lain sudah tidak berbentuk, sudah hancur, bagian-bagian tersebut terpencar pada batang-batang pepohonan yang lain, yang jauh untuk di jangkaunya. Satria memutuskan untuk mengambil sisa-sisa tersebut sebagai alat bertahan hidup, “setidaknya untuk malam ini” dalam benak satria, dia mempunyai keyakinan dalam hatinya, bahwa dia akan segera pulang, walaupun keyakinan ini lebih tepat sebagai keyakinan yang ia paksakan, sebagai penggembira akan keadaan yang dia alami sekarang. Dari kantungnya Satria mendapatkan beberapa beberapa alat terbang layang yang mungkin tidak terlalu ia perlukan, tetapi dia tetap mengambilnya “jika nanti dibutuhkan”, dalam fikirnya.

Ketika Satria sedang sibuk mengumpulkan barang-barang, tiba-tiba suara dedaunan gemersik tepat dibagian atas tubuhnya, disusul dengan sesuatu yang terasa menempel pada punggungnya. Sangat mengagetkan bagi Satria yang sedang asik berkonsentrasi.

ia merasakan ada sesuatu yang jatuh ke punggungnya, digerakan oleh reflek hasil dari kagetnya, dia berusaha melepaskan apa yang dia rasa menempel pada punggungnya, tanpa dia sadari dia terpeleset dari batang pohon pijakannya.

My River - 03

Keheningan menyelimuti Satria yang bergelantung selama beberapa jam, darah yang keluar dari dahinya, akibat benturan dengan batang pohon sudah mulai mengering. Angin semilir menerpa wajah Belaian halus seakan mengusap wajahnya. Sedikit demi sedikit kesadaran Satria menghampirinya. Dan akhirnya dia bisa merasakan semua kesadarannya kembali dalam raganya. Dibuka matanya pelan-pelan, remang-remang mulai terlihar daun-daun hijau yang kurang begitu terfokus. Setelah beberapa saat dia mulai bisa menguasai semua kesadarannya dan akhirmya dia sadar dengan apa yang sedang dia alami. Dengan agak-agak tersentak dia berusaha untuk mengangkat tubuhnya, tetapi ternyata tidak ada sesuatu untuk dipegangnya. Dia meronta-ronta, terasa cengkraman dari kantung gantolenya mulai melorot, dia berhenti sebentar, mulai memikirkan apa yang sedang sebenarnya terjadi, dan apa yang harus dia lakukan dengan akal sehatnya. Yang terakhir dia ingat hanyalah saat pundak dia terbentur tiang gantole yang dia kendarai dan akhirnya semua hal yang terjadi sebelumnya kembali lagi dalam ingatannya. Untuk sesaat, dalam posisin yang agak terjungkir, dia menoleh ke berbagai arah yang dia bisa, dia menemukan satu batang pohon diatas badannya untuk berpegangan. Dia meraih batang tersebut sambil berusaha mengeluarkan badannya dari kantung gantole. Dalam beberapa saat dia sudah berdiri di atas batang pohon tersebut. Dia memutuskan untuk turun dari pohon tersebut. Dan beberapa saat kemudian dia sudah berada berdiri tegak diatas tanah, pada saat itulah rasa nyeri dari berbagai tubuhnya mulai menyelinap pelan-pelan dan akhirnya dia menjatuhkan diri ke tanah. Dia mengusap keningnya, terasa lukanya yg sudah mengering membuat bau amis tercium olehnya, pahanya terasa memar, mungkin akibat benturannya dengan batang pohon waktu dia tidak sadarkan diri, dan sebelah kiri susah untuk digerakan, terlihat ada luka memar di sikutnya. Sekilas dia melihat ada pecahan2 dari plastik di arah depannya, setelah dia mengamatinya beberapa saat, dia tau bahwa pecahan2 itu berasal dari telphone genggam satelit yang selalu di bawanya ketika dia berpetualang. Handphone tersebut merupakan satu-satunya alat komunikasi yang selalu dia andalkan ketika berada di alam bebas. Jauh dari jangkauan peradaban dunia.”Ahh.. handphone ku..” dia berbisik. Dia merogoh saku celananya mencari sesuatu. Dia memegang kotak pipih dan kembali, senyum muncul dari wajahnya, pengganti roman kebingungan yang baru saja muncul di wajah, dia mengeluarkan satu kotak kecil seukuran kalkulator dari dalam saku. Kotak tersebut dibungkus kulit warna hitam, kotak itu warna silver. Dia mengeluarkan kotak kecil itu, dan sekarang dia memegang PDA di tangannya, PDA yang dia andalkan untuk menuntun dia bepergian kemanapun, karena sudah dilengkapi dengan alat pelacak jejak atau GPS. Tetapi kembali roman menyesal muncul lagi dari wajahnya, karena melihat apa yang terjadi terhadap PDA-nya itu. Sekarang dia pun tidak bisa mengharapkan apapun dari PDA yang dibawanya, karena ternyata layar PDAnyapun pecah. „Hmm... malang sekali dirimu PDA” kembali senyum kecil tersungging dari bibirnya, sikap pasrah yang hanya bisa dia keluarkan.

My River - 02

Suara statik dari pesawat radio yang dibawanya terdengar dengan jelas. Tiba-tiba ada panggilan yang menggil-manggil namanya „Satria.. Satia.. masuk, dimana kau sekarang..” suara statik dari radio tersebut kembali terdengar. „Satria, masuk? Kamu dengar?”. Suara itu terdengar dari radio yang terselip di dada Satria. Tapi sayangnya karena pisisi tubuh satria yang menjungkir ke bawah, membuat sedikit demi sedikit radio itu merosot ke bawah, dan akhirnya pesawat radio panggil tersebut jatuh ke bawah. Menimpa akar pohon yang besar dan hancur menjadi kepingan-kepingan rangka dan rangkaian-rangkaian alat elektronik di dalmya. Sempat terdengar suara menjelengit dari radia tersebut saat tubuhnya berteru dengan akar pohon. Suara hening di selangi suara gemerisik dedaunan kembali mengalun mengisi suasana di hutan itu. Dan tubuh satria tetap tergantung dalam kantong gantolenya disela-sela batang pohon yang menjulang tinggi.

<<<< Radio panggil mungkin bisa diganti dengan HP Sateli, bergetar (vibrate) dan terjatuh

Thursday, October 05, 2006

My River - 01

Dihentakan kedua kakinya dengan sekuat tenaga ke sebuah batu yang berada pada sisi tebing yang sangat terjal, menjulang tinggi sekitar seratus meter diatas tanah datar di sekitar padang rumput yang terhampar luas. Disekitar daerah itu memang terdapat banyak tebing-tebing yang menjulang tinggi. Padang yang terhapar dibawahnya cukup luas untuk dibuat komplek perkantoran. Angin kencang menghembus ke mukanya dan mulai terasa kesekujur tubuh, menggetarkan semua baju yang dikenakannya. Dia berpegangan pada satu batang besi yang jaraknya beberapa puluh meter diatas tanah. Badannya terhentak kebawah. Tubuhnya mulai merasakan sensasi yang selama ini selalu dicarinya. Aliran adrenalin terasa mengalir dari ujung kaki ke ujung kepalanya. Dia tersenyum lebar.

Badannya mulai terasa naik ke udara. Pandangannya makin luas, semakin tinggi, dia menggeser pegangan kedua tangannya kesebelah pinggir batang besi yang dia pegang. Dan gantole yang dia tunggangi pun berputar mengikuti gerak tubuhnya. Dia berusaha menukin untuk mencapai kerendahan yang cukup, untuk selanjutnya mengikuti alur bukit yang terus menanjak dengan terjal untuk mendapatkan efek yang hampir sama dengan burung elang untuk mencapai ketinggian.

Fikirannya penuh terisi dengan sensasi-sensasi yang sulit diungkapkan, semua berkelibas tanpa bekas dalam hayalnya yang terus berpacu. mukanya tanpa sadar senyum dengan lebar. Dari mulutnya keluar kata singkat “Huh… Ini saatnya.” dia berkata sambil berbisik. Tiba-tiba dalam selang waktu beberapa detik dia menarik nafas dan, dia berteriak sekencang-kencangnya. Suaranya seperti menggelegar berpencar ke semua arah. Dia berusaha berteriak untuk melepaskan segala pengat yang dirasakan dalam hatinya. Teriakan yang dikeluarkanya sangat melegakan, tetapi tanpa dia sadari, pegangannya pada besi pengaman mengendur dan gantolenya tertempa angin yang sangat kencang dari bawah, sehingga tanpa dia sadari dia tedorong keatas, pundaknya yang lolos dari penjagaan helm yang dipakainya karena posisi kepalanya yang menunduk akibat reaksi dari dorongan badannya membentur besi rangka bagian atas gantole itu. Seunduk rasa nyeri dia rasakan pada pundaknya itu, membuat fikiran dia menjadi kosong, tidak sepenuhnya sadar tentang apa yang terjadi. Gantolenya membumbung keatas dengan kesetabilan yang sangat kurang. Tiba-tiba badannya ditarik oleh gravitasi bumi dan kali ini sial lebih memihak kepadanya, reflek dari tangannya sudah hilang dikarenakan hasil benturan dia yang pertama, akhirnya kepalanya, yang lagi-lagi tidak terlindungi helm terbentur besi pegangan di depannya. Dua kali pukulan yang sangat telak dia terima dalam hitungan detik. akhirnya, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dalam kondisi setengah sadar dia merasakan dirinya melayang dibawa oleh gantole yang tidak ada lagi kendali darinya. Beberapa saat kemudian dia rasakan gerakan dari gantole tersebut makin menggila. Benturan dia rasakan beberapa kali dan akhirnya dia tidak ingat apa-apa lagi.